Tersangka Penganiayaan di Sulsel Dapat Hukuman Wajib Azan 3 Pekan di Masjid

Seorang pemuda berinisial MBT, diketahui terlibat dalam kasus penganiayaan, diharuskan oleh pengadilan untuk membersihkan masjid dan mengumandangkan azan selama tiga minggu berturut-turut di Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan. Keputusan ini mencerminkan upaya untuk menerapkan prinsip keadilan restoratif dalam penanganan kasus tersebut.

Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Didik Farkhan Alisyahdi, menegaskan bahwa langkah ini bertujuan untuk memulihkan hubungan antara pelaku dan korban, serta masyarakat luas. Proses tersebut juga menjadi komitmen Kejaksaan untuk menghadirkan keadilan yang lebih manusiawi, dengan mengedepankan kepentingan rekonsiliasi di atas hukuman semata.

Didik menyebutkan bahwa penyelesaian yang dijalankan adalah bentuk nyata dari keadilan yang bersentuhan langsung dengan hati nurani masyarakat. Ia juga bertekad bahwa tidak ada transaksi di balik penyelesaian perkara ini, menegaskan zero toleransi terhadap segala bentuk transaksional yang bisa mencederai marwah lembaga.

Prinsip Keadilan Restoratif dalam Kasus Ini

Prinsip keadilan restoratif mengutamakan pemulihan hubungan antara pelaku dan korban, serta mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam proses penyelesaian. Dalam konteks penganiayaan ini, keputusan untuk menerapkan sanksi sosial dianggap sebagai alternatif yang lebih konstruktif dibandingkan hukuman penjara.

Pihak Kejaksaan Negeri Sinjai pun berusaha menjalin komunikasi yang baik dengan korban dan pelaku untuk mencapai kesepakatan. Sesuai ketentuan hukum, pelaku MBT yang berusia 23 tahun dianggap memenuhi syarat untuk dilakukan restorative justice mengingat statusnya sebagai pelanggar yang pertama kali.

Pihak kejaksaan berupaya merangkul pelaku dalam proses rehabilitasi sosial, memberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahan dan belajar dari perbuatannya. Dengan cara ini, diharapkan pelaku mampu merefleksikan tindakannya dan tidak mengulangi kesalahan serupa di masa mendatang.

Detail Kasus Penganiayaan yang Terjadi

Kasus ini bermula pada 22 September 2025, ketika MBT dan korban, Surya, beserta beberapa saksi lain berkumpul dan mengonsumsi minuman beralkohol. Ketegangan mulai meningkat saat perjalanan pulang, di mana terjadi cekcok yang dipicu oleh perkataan yang menyinggung.

Mengalami pengaruh alkohol, pelaku meluapkan emosinya dengan memukuli korban. Serangan tersebut menyebabkan korban mengalami cedera serius pada beberapa bagian tubuh, termasuk kepala, hidung, dan tubuh belakangnya.

Polisi menerima laporan mengenai penganiayaan ini setelah korban pergi ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Hasil pemeriksaan medis menunjukkan adanya luka robek, lecet, serta memar akibat pukulan pelaku, yang menjadi bukti kuat dalam penyelidikan proses hukum.

Langkah-Langkah Hukum dan Proses Peradilan

Setelah kejadian itu, Kejari Sinjai mengambil langkah cepat dengan mengajukan penghentian penuntutan melalui jalur restorative justice. Permohonan ini disetujui dengan harapan mampu meredakan konflik di antara pihak-pihak yang terlibat.

Proses persetujuan juga melibatkan berbagai tahapan administrasi yang harus diselesaikan oleh pihak kejaksaan. Tersangka akhirnya diberikan kesempatan untuk menyelesaikan hukumannya melalui cara unik yang mengedepankan sanksi sosial, yaitu membersihkan masjid dan mengumandangkan azan.

Baik pelaku maupun korban sepakat untuk berkompromi, dan pelaku mengakui kesalahannya serta berkomitmen untuk tidak mengulangi perbuatannya. Kesepakatan tanpa syarat ini diharapkan dapat memfasilitasi pemulihan hubungan dan menciptakan suasana jalinan sosial yang lebih baik ke depannya.

Related posts